Rabu, 09 Februari 2011

Pergolakan Di Mesir

Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Meski tidak bertetangga dengan Indonesia dan berada nun jauh di Timur Tengah, Indonesia menjalin hubungan baik dengan Mesir. Bahkan ada catatan khusus sepanjang kedua negara menjalin hubungan diplomatik selama puluhan tahun.

Setelah Indonesia merdeka, Mesir tercatat sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan kita. Tanpa ragu rezim yang berkuasa di Mesir saat itu mengakui kemerdekaan Indonesia.

Di bidang pendidikan, sudah ribuan mahasiswa Indonesia yang belajar agama di negara tersebut. Di sana terdapat lembaga pendidikan tinggi Islam yang ternama, seperti Universitas Al Azhar yang usianya sudah ratusan tahun. Banyak ulama terkemuka dan pemimpin bangsa yang mengenyam ilmu di universitas tersebut.

Nama Al Azhar bahkan diabadikan menjadi nama masjid dan sekolah Islam terkemuka di Jakarta. Itu menunjukkan Al Azhar mendapat tempat tersendiri di hati umat Islam Indonesia.

Mei 1998, saat Jakarta dilanda demonstrasi dan penjarahan, Presiden Soeharto sedang tidak berada di Tanah Air. Dia dan rombongan tengah melakukan kunjungan kenegaraan ke Mesir. Sepekan setelah kembali dari negara yang dipimpin Husni Mubarrak itu, Soeharto pun lengser. Jadi, Mesir tercatat sebagai negara terakhir yang dikunjungi Soeharto dalam kapasitas sebagai kepala negara.

Kini negara itu tengah bergolak. Efek domino dari pergolakan politik di Tunisia telah menjalar ke Mesir. Sama seperti Tunisia, tuntutan rakyat Mesir adalah pergantian rezim. Mereka menginginkan rezim Husni Mubarrak, yang sudah tiga dasawarsa berkuasa, lengser seperti Presiden Tunisia, yang melarikan diri ke Arab Saudi karena tak lagi dikehendaki rakyatnya.

Pergolakan di Mesir tak luput dari perhatian pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (31/1), menggelar rapat kabinet terbatas bidang politik, hukum dan keamanan. Salah satu yang dibahas adalah perkembangan pergolakan politik di Mesir.

Hasil rapat kabinet terbatas tersebut adalah pemerintah memutuskan mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermukim di negara tersebut. Ada 6.000-an WNI yang tinggal di Mesir, baik sebagai diplomat, mahasiswa, maupun pekerja. Untuk keperluan evakuasi itu pemerintah akan mengirim pesawat Garuda Indonesia dan pesawat-pesawat lainnya ke Mesir mulai hari ini.

Mesir adalah negara terakhir yang dikunjungi mantan penguasa orde baru. Ditilik dari masa berkuasanya, Soeharto dan Husni Mubarrak, sama-sama berkuasa tiga dasawarga. Dari segi umur, keduanya nyaris berkuasa seumur hidup.

Kekuasaan itu cenderung untuk korup. Apalagi bila berkuasa puluhan tahun, makin lupa dirilah sang penguasa. Itulah makanya di negara demokrasi masa jabatan seorang presiden dibatasi. Indonesia telah memulainya sejak reformasi 1998.

Bagaimana dengan Mesir? Bila terjadi pergantian rezim, dan rezim baru di sana mau menerapkan demokrasi, pembatasan masa jabatan itu mutlak perlu dilakukan. Apalagi Mesir bukanlah monarki seperti negara-negara tetangganya.

Akankah Husni Mubarrak bernasib sama seperti Soeharto, yang terjungkal karena gerakan reformasi? Bagaimana prospek demokrasi di negara tersebut bila kelak terjadi pergantian rezim?

Suara rakyat suara Tuhan. Sudah banyak contohnya penguasa yang lengser karena mengingkari suara rakyatnya. Apalagi bila negara tersebut subur dengan praktek KKN dan ekonominya terpuruk, makin mudah menyulut kemarahan rakyat terhadap rezim yang berkuasa.

Bila tak pandai mengelola krisis kepercayaan rakyat di bidang hukum dan ancaman krisis pangan, bukan tak mungkin apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir menjalar ke Indonesia.

Tentu kita tak ingin negara ini kembali terjerumus ke jurang krisis seperti 1998 lalu. Karena itu, pemerintah harus lebih peka memenuhi tuntutan rakyat akan keadilan dan kesejahteraan. Bila gagal, rakyat tentu tak akan tinggal diam!

by. syahru ramadhan

Tidak ada komentar: