ETIKET
Dua istilah, yaitu etika dan etiket dalam kehidupan
sehari-hari kadang-kadang diartikan sama, dipergunakan silih berganti.
Kedua istilah tersebut memang hampir sama pengertiannya, tetapi tidak
sama dalam hal titik berat penerapan atau pelaksanaannya, yang satu
lebih luas dari pada yang alin.
Istilah etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan,
yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi
berarti kartu undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta.
Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara
yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di
kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun
dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang
baik dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket
merupakan sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis,
namun sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang yang ingin
mencapai sukses dalam perjuangan hidup yang penuh dengan persaingan.
Etiket juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku
individual dalam masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau
tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan
status social masing-masing individu. Etiket didukung oleh berbagai
macam nilai, antara lain;
1. nilai-nilai kepentingan umum
2. nilai-nilai kehjujuran, keterbukaan dan kebaikan
3. nilai-nilai kesejahteraan
4. nilai-nilai kesopanan, harga-menghargai
5. nilai diskresi (discretion: pertimbangan) penuh piker. Mampu membedakan sesuatu yang patut dirahasiakan dan boleh dikatakan atau tidak dirahasiakan.
Diatas dikatakan bahwa etiket merupakan kumpulan cara dan sifat
perbuatan yang lebnih bersifat jasmaniah atau lahiriah saja. Etiket juga
sering disebut tata krama, yakni kebiasaan sopan santun yang disepakati
dalam lingkungan pergaulan antarmanusia setempat. Tata berarti adat,
aturan, norma, peraturan. Sedangkan krama berarti sopan santun,
kebiasaan sopan santun atau tata sopan santun. Sedangkan etika
menunjukkan seluruh sikap manusia yang bersikap jasmaniah maupun yang
bersikap rohaniah. Kesadaran manusia terhadap kesadaran baik buruk
disebut kesadaran etis atau kesadaran moral.
Beberapa definisi Etiket adalah sebagai berikut:
1. Etiket adalah kumpulan tata cara dan sikap yang baik dalam pergaulan antarmanusia yang beradab.
2. Etiket adalah tata krama, sopan santun atau aturan-aturan
yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta anutan
dalam bertingkah laku.
3. Etiket adalah tata peraturan pergaulan yang disetujui oleh
masyarakat terten tu dan menjadi norma dan anutan dalam bertingkah laku
anggota masyarakat.
Dari ketiga definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari etiket adalah tata
aturan pergaulan yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi
norma serta anutan dalam bertingkahlaku pada anggota masyarakat tersebut.
Dalam buku “Bahan Diskusi Customer Service Group (CSG) dan Allround
Teller (ART)” yang diterbitkan oleh Urusan Operasional KAntor Pusat BRI,
menjelaskan bahwa: “etiket adalah ketentuan tidak tertulis yang
mengatur tindak dan gerak manusia yang berkaitan dengan:
a. sikap dan perilaku
yaitu bagaimana anda bersikap dan berperilaku dalam menghadapi suatu situasi.
b. ekspresi wajah
yaitu bagaimana raut muka yang harus anda tampilkan dalam menghadapi suatu situasi, misalnya dalam melayani tamu.
c. Penampilan
yaitu sopan santun mengenai cara anda menampilkan diri, misalnya:
cara duduk, cara berdiri adalah wajar dan tidak dibuat-buat dan
sebagainya.
d. cara berpakaian
yaitu cara mengatur tentang sopan santun anda dalam mengenakan
pakaian, baik menyangkut gaya pakaian, tata warna, keserasian model yang
tidak menyolok dan lain-lain.
e. cara berbicara
yaitu tata cara/sopan santun anda dalam berbicara caik secara langsung maupun tidak langsung.
f. gerak-gerik
yaitu sopan santun dalam gerak-gerik badan dalam berbicara secara langsung berhadapan dengan tamu.
PERBEDAAN ETIKET DAN ETIKA
Dari uraian diatas, mengenai perbedaan etika dan etiket, dapat disimpulkan sebagai berikut:
ETIKET | ETIKA |
CARA Sekretaris dalam melayani tamunya harus bersikap sopan dan ramah, menunjukkan muka yang manis. Jika hal ini tidak dipatuhi, maka sekretaris dianggap telah melanggar etiket. | NIAT Sekretaris yang memberikan data dengan sebenar-benarnya, tetapi dilaksanakan dengan muka cemberut, maka sekretaris tersebut tidak melanggar etika, tetapi melanggar etiket. |
FORMALITAS Sekretaris harus berpakaian rapi dan sopan. Ia dianggap melanggar etiket bila melayani tamu dengan memakai baju singlet atau memakai sandal. | NURANI Sekretaris yang melakukan perbuatan tidak jujur, walaupun pakaian rapi namun etika diabaikan. |
RELATIF Bila anda diundang oleh atasan anda untuk makan bersama, maka harus menggunakan sendok. Tetapi bila dilakukan dengan santai, maka aturan tersebut tidak berlaku. | MUTLAK Ketentuan yang mengatakan jangan melakukan manipulasi dan mempermainkan data, sifatnya mutlak dimana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja. |
LAHIRIAH Hanya terlihat wujud nyata dan penampilan. Contoh: cara berbicara. | BATHINIAH Menyangkut sifat batin dan hati nurani. Contoh; sifat jujur, dll. |
Dari uraian perbedaan etika dan etiket tersebut, jelaslah bahwa etika
adalah yang utama dan mendasar untuk membentuk sikap dan perilaku untuk
selanjutnya apabila disukung oleh pengalaman etiket yang baik, maka
sikap dan perilaku tersebut akan sempurna.
Apabila telah mempunyai etika yang baik tetapi tidak didukung oleh
etiket yang baik pula, maka kita akan gagal karena secara lahiriah kita
kurang disenangi, dihormati atau dihargai oleh orang lain. Akan tetapi
sebaliknya, apabila kita hanya mengamalkan etiket yang baik tanpa
didukung dengan etika, mka dalam jangka waktu yang pendek kita akan
tampak berhasil, karena kita telah berhasil memanipulasi nurani, batin
kita dengan penampilan lahiriah yang meyakinkan, sehingga kita akan
dihargai, dihormati, dan disenangi. Agar kita dapat dihargai dan
disenagi orang lain sepanjang masa, maka kita harus dapat mengamalkan
secara bersama-sama antara etika dan etiket.
MANFAAT BERETIKET
Manfaat beretiket yakni menjalin hubungan yang baik dengan tamu. Bila
kita telah menerapkan etiket dalam melayani tamu, maka tamu akan merasa
dirinya diperhatikan dan dihargai. Dengan demikian akan terjalin rasa
saling menghargai dan hubungan baik pun akan terbina, antara lain:
1. Memupuk persahabatan, agar kita diterima dalam pergaulan.
2. Untuk menyenangkan serta memuaskan orang lain.
3. Untuk tidak menyinggung dan menyakiti hati orang lain.
4. Untuk membina dan menjaga hubungan baik.
5. Membujuk serta mempertahankan klien lama.
MORAL
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang
beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan
kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud dengan kesusilaan bukan mores,
tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun dan tidak cabul.
Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma
kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
Pengertian moral dibedakan dengan pengertian kelaziman, meskipun
dalam praktek kehidupan sehari-hari kedua pengertian itu tidak jelas
batas-batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa
pikiran panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dsb.
Jadi, kelaziman itu merupakan norma-norma yang diikuti tanpa berpikir
panjang dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Moral juga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap
manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran Ilahi. Moral murni
disebut juga hati nurani.
2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat, yang menguasai pemutaran manusia.
Setelah kita mengetahui tentang etika dan moral, bagaimanakah hubungan antara etika dan moral tersebut?
Moral adalah kepahaman atau pengertian mengenai hal
yang baik dan hal yang tidak baik. Sedangkan etika adalah tingkah laku
manusia, baik mental maupun fisik mengenai hal-hal yang sesuai dengan
moral itu.
Etika adalah penyelidikan filosofis mengenai
kewajiban manusia serta hal yang baik dan yang tidak baik. Bidang inilah
yang selanjutnya disebut bidang moral.
Objek etika adalah pernyataan-pernyataan moral. Oleh
karena itu, etika bisa juga dikatakan sebagai filsafat tentang bidang
moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana
manusia harus bertindak.
FAKTOR PENENTU MORALITAS
Sumaryono (1995) mengemukakan tiga factor penentu moralitas perbuatan manusia, yaitu:
1. Motivasi
2. Tujuan akhir
3. Lingkungan perbuatan
Perbuatan manusia dikatakan baik apabila motivasi, tujuan akhir dan
lingkungannya juga baik. Apabila salah satu factor penentu itu tidak
baik, maka keseluruhan perbuatan manusia menjadi tidak baik.
Motivasi adalah hal yang diinginkan para pelaku perbuatan
dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi, motivasi
itu dikehendaki secara sadar, sehingga menentukan kadar moralitas
perbuatan. Sebagai contoh ialah kasus pembunuhan dalam keluarga:
- yang diinginkan pembunuh adalah matinya pemilik harta yang berstatus sebagai pewaris
- Sasaran yang hendak dicapai adalah penguasa harta warisan
- Moralitas perbuatan adalah salah dan jahat
Tujuan akhir (sasaran) adalah diwujudkannya perbuatan yang
dikehendakinya secara bebas. Moralitas perbuatan ada dalam kehendak.
Perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang
dikehendaki oleh pelakunya. Sebagai contoh, ialah kasus dalam pembunuhan
keluarga yang dikemukakan diatas:
- perbuatan yang dikehendaki dengan bebas (tanpa paksaan) adalah membunuh.
- diwujudkannya perbuatan tersebut terlihat pada akibatnya yang diinginkan pelaku, yaitu matinya pemilik harta (pewaris)
- moralitas perbuatan adalah kehendak bebas melakukan perbuatan jahat dan salah.
Lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara aksidental mengelilingi atau mewarnai perbuatan. Termasuk dalam pengertian lingkungan perbuatan adalah:
- manusia yang terlihat
- kualiitas dan kuantitas perbuatan
- cara, waktu, tempat dilakukannya perbuatan
- frekuensi perbuatan
Hal-hal ini dapat diperhitungkan sebelumnya atau dapat dikehendaki
ada pada perbuatan yang dilakukan secara sadar. Lingkungan ini
menentukan kadar moralitas perbuatan yaitu baik atau jahat, benar atau
salah.
MORALITAS SEBAGAI NORMA
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, moralitas adalah kualitas
perbuatan manusiawi, sehingga perbuatan dikatakan baik atau buruk, benar
atau salah. Penentuan baik atau buruk, benar atau salah tentunya
berdasarkan norma sebagai ukuran. Sumaryono (1995) mengklasifikasikan
moralitas menjadi dua golongan, yaitu:
1. Moralitas objektif
Moralitas objektif adalah moralitas yang terlihat pada perbuatan
sebagaimana adanya, terlepas dari bentuk modifikasi kehendak bebas
pelakunya. Moralitas ini dinyatakan dari semua kondisi subjektif khusus
pelakunya. Misalnya, kondisi emosional yang mungkinmenyebabkan pelakunya
lepas control. Apakah perbuatan itu memang dikehendaki atau tidak.
Moralitas objektif sebagai norama berhubungan dengan semua perbuatan
yang hakekatnya baik atau jahat, benar atau salah. Misalnya:
- menolong sesama manusia adalah perbuatan baik
- mencuri, memperkosa, membunuh adalah perbuatan jahat
Tetapi pada situasi khusus, mencuri atau membunuh adalah perbuatan
yang dapat dibenarkan jika untuk mempertahankan hidup atau membela diri.
Jadi moralitasnya terletak pada upaya untuk mempertahankan hidup atau
membela diri (hak utnuk hidup adalah hak asasi).
2. Moralitas subjektif
Moralitas subjektif adalah moralitas yang melihat perbuatan
dipengaruhi oleh pengetahuah dan perhatian pelakunya, latar belakang,
stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainnya. Moralitas ini
mempertanyakan apakah perbuatan itu sesuai atau tidak denga suara hati
nurani pelakunya. Moralitas subjektif sebagai norma berhebungan dengan
semua perbuatan yang diwarnai nait pelakunya, niat baik atau niat buruk.
Dalam musibah kebakaran misalnya, banyak orang membantu menyelamatkan
harta benda korban, ini adalah niat baik. Tetapi jika tujuan akhirnya
adalah mencuri harta benda karena tak ada yang melihat, maka perbuatan
tersebut adalah jahat. Jadi, moralitasnya terletak pada niat pelaku.
Moralitas dapat juga instrinsik atau ekstrinsik.
Moralitas instrinsik menentukn perbuatan itu benar atau salah
berdasarkan hakekatnya, terlepas dari pengaruh hokum positif. Artinya,
penentuan benar atau salah perbuatan tidak tergantung pada perintah atau
larangan hokum positif. Misalnya:
- gotong royong membersihkan lingkungan tempat tinggal
- jangan menyusahkan orang lain
- berikanlah yang terbaik
Walupun Undang-undang tidak mengatur perbuatan-perbuatan tersebut secara instrinsik menurut hakekatnya adalah baik dan benar.
Moralitas ekstrinsik menentukan perbuatan itu benar atau salah sesuai
dengan sifatnya sebagai perintah atau larangan dalam bentuk hokum
positif. Misalnya:
- larangan menggugurkan kandungan
- wajib melaporkan mufakat jahat
Perbuatan-perbuatan itu diatur oleh Undang-undang (KUHP). Jika ada
yang menggugurkan kandungan atau ada mufakat jahat berarti itu perbuatan
salah.
Pada zaman modern muali muncul perbuatan yang berkenaan dengan
moralitas, yang tadinya dilarang sekarang malah dibenarkan. Contohnya:
- Euthanasia untuk menghindarkan penderitaan berkepanjangan.
- Aborsi untuk menyelamatkan ibu yang hamil.
- Menyewa rahim wanita lain untuk membesarkan janin bayi tabung.
Persoalan moralitas hanya relevan apabila dikaitkan dengan manusia
seutuhnya. Menurut Driyarkara (1969), manusia seutuhnya adalah manusia
yang memiliki nilai pribadi, kesadaran diri dan dapat menentukan dirinya
dilihat dari setiap aspek kemanusiaan. Tidak semau perbuatan manusia
dapat dikategorikan dalam perbuatan moral. Perbuatan itu bernilai moral
apabila didalamnya terkandung kesadaran dan kebebasan kehendak
pelakunya. Kesadaran adalah suara hati dan kebebasan kehendak
berdasarkan kesadaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar