Diwilayah Jawa Barat, ditemukan masih banyak koperasi yang belum dikelola oleh menejer handal lulusan sarjana menejemen koperasi. Hal inilah yang kemudian membuat dunia perkoperasian di Jawa Barat belum mengalami kemajuan sesuai harapan. Sampai sekarang Institut Manajemen Koperasi Indonesia telah menelorkan 11 ribu sarjana yang keberadaanya telah tersebar diseluruh Indonesia. Sementara jumlah koperasi di Jawa Barat ada 22.644 koperasi. Demikian yang diungkap Iwan Ibrahiem, Ketua Dewan Koperasi Wilayah Jawa Barat pada puncak peringatan Harkop ke 63 tingkat Propinsi Jawa Barat, sebagaimana dilansir Tempo interaktif.
Sebetulnya apa yang diungkap Ketua Dekopinwil Jawa Barat tersebut tidak hanya terjadi di Jawa Barat. Karena masalah serupa juga terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesai. Kalaupun ada koperasi yang dikelola seorang menejer professional, tentu hanya sebatas pada koperasi yang volume usahanya sudah mencapai ratusan miliar rupiah. Dan koperasi yang demikian tidaklah banyak jumlahnya. Memang menurut Menteri Koperasi dan UMKM, jumlah koperasi sampai dengan Maret 2010 terdapat sebanyak 175.102 unit, dengan anggota berjumlah 29,124 juta. Sedang volume usaha sebesar Rp 77,514 triliun, serta modal sendiri sebesar Rp 30,656 triliun. Tapi koperasi yang mempunyai kemampuan mengangkat menejer untuk mengelola koperasinya tentu tidak banyak.
Disamping terbatasnya kemampuan kebanyakan koperasi untuk mengangkat menejer, kenyataan, juga menunjukan tidak banyak sarjana yang mau terjun langsung mengelola koperasi. Bagi mereka, koperasi hanyalah sebuah badan usaha yang tidak bisa menjanjikan masa depan yang baik. Bekerja di koperasi lebih diidentikan dengan gaji kecil dan tidak bergengsi. Koperasi juga dikesankan sebagai badan usaha yang lebih condong bersifat social. Bahkan tidak sedikit pengurus koperasi yang tidak mendapat imbalan memadai dari koperasinya.
Kenapa hal ini terjadi ? karena koperasi memang lebih banyak tumbuh dari akar rumput. Koperasi berdiri bukan dari kumpulan dana yang berlimpah. Tapi kumpulan orang yang punya tujuan sama. Dengan koperasi, mereka mengelola usahanya secara bersama-sama dengan mengamanahkan kepada anggota yang dianggap mampu untuk mengelolanya. Usahanyapun dimodali bersama-sama diantaranya dengan adanya simpanan pokok dan simpanan wajib yang nilainya juga tidak besar. Tak mengherankan bila koperasi yang baru berdiri juga miskin dana. Dengan demikian untuk koperasi kecil atau baru berdiri tidak mungkin bisa mengangkat menejer. Kendati demikian, pada kenyataannya ada juga koperasi-koperasi yang kemudian bisa tumbuh dan berkembang ribuan kali lipat dari modal awalnya. Memang untuk bisa seperti itu, koperasi tersebut juga membutuhkan proses waktu yang panjang hingga puluhan tahun dan yang terpenting lagi pengurus yang memang handal. Itulah sebabnya, untuk koperasi yang pengurusnya tidak handal, maka kondisinya tidak berubah dari tahun ke tahun. Mereka menjadi koperasi yang hidup segan matipun tak mau. Sebagian diantaranya, kemudian lebih banyak berharap bantuan dana dari pemerintah.
Hal ini beda dengan koperasi yang didirikan oleh para pemilik modal besar. Biasanya koperasi yang demikian, secara keanggotaan tidak pernah berkembang. Karena keanggotaanya hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan pendirian koperasi. Tak mengherankan, meski sudah bertahun-tahun beroperasi, tapi jumlah anggotanya tidak pernah bertambah walaupun volume usahanya terus meningkat. Koperasi jenis ini lebih banyak beroperasi dalam bidang simpan pinjam. Biasanya koperasi yang demikian inilah yang justru sejak awal berdiri telah mampu mengankat manejer.
Masalahnya, memang bukan hanya masalah ada atau tidaknya menejer yang lulusan sarjana. Tapi seberapa besar keinginan dari pengurus untuk memajukan koperasinya. Selain itu, juga ditentukan, seberapa besar kemampuan pengurus dalam menggerakan potensi anggotanya. Tentu saja kejujuran dan keterbukaan menjadi syarat mutlak dalam pengelolaan koperasi, sebagaimana prinsip koperasi.
Bisa jadi dalam koperasi yang baru berdiri, pengurusnya juga mempunyai kemampuan yang sangat terbatas. Tapi masalah itu bisa diatasi, bila sang pengurus punya keinginan kuat untuk bisa berkembang dan terus berkembang dengan belajar dan terus belajar . Dalam hal ini tentunya mereka sangat membutuhkan pendamping yang intens. Skunder maupun institusi terkait seperti Dinas Koperasi muapun Dekopin sangat dibutuhkan peranannya. Pembinaan ataupun pendampingan yang dilakukan jangan sekedar formalitas kerja. Tapi sebuah aktivitas yang dilandasi ketulusan hati untuk menjadikan koperasi binaanya bisa tumbuh dan berkembang secara sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar